De Oost (The East) ialah sebuah film bergenre drama, thriller, dan perang dengan latar belakang sejarah Indonesia pasca kemerdekaan yang ditulis oleh Mustafa Duygulu dan Jim Taihuttu dan disutradarai Jim Taihuttu.

Tayangnya film ini memicu pro dan kontra dari berjenis-jenis pihak sebab dianggap “melenceng” dari sejarah. Tak hal yang demikian tayang perdana di Festival Tak Belanda pada 25 September 2020 dan dirilis pada layanan streaming Amazon Prime Video pada 13 Mei 2021.

Secara singkat, film De Oost yaitu seputar pergulatan batin Johan Leonard Maria De Vries (Martijn Lakemeier), relawan muda Belanda yang direkrut untuk menolong terciptanya “Indonesia damai” sesudah Perang Dunia II. Pasukan tentara KNIL yang dipimpin Raymond Westerling (Marwan Kenzari) kala itu ditugaskan untuk menumpas “pemberontak dan teroris” di Hindia Belanda yang telah menjadi Republik Indonesia. Melainkan apa yang dilihat De Vries di medan perang membikin keyakinannya slot gacor hari ini membikin Indonesia yang damai roboh.

Secara keseluruhan, akting pemain film ini dapat dibilang baik. Lakemeier, pemeran De Vries, bisa memberi tahu pergulatan hati tentara muda Belanda terhadap penonton dengan bagus. Di satu sisi, kita dapat melihat sisi lain dari Westerling yang tak dicatat dalam sejarah dan Kenzari melaksanakan perannya dengan bagus sebagai pemimpin kejam.

Sebagian organisator seni film pria Indonesia seperti Lukman Sardi, Yayu Unru, Ence Baik, Putri Ayudya, dan Denise Aznam bahkan turut serta serta membikin karakter yang dimainkannya menjadi lebih hidup. Kecuali itu, hal yang patut diacungi jempol yaitu dialog Bahasa Indonesia yang tak jarang dinyatakan oleh para organisator seni film pria yang memerankan tentara Belanda. Dan hal hal yang demikian sekiranya dilihat tidaklah kaku dan bahkan kelihatan alami sekiranya dilakukan oleh para organisator seni film pria luar negeri.

Meski seperti itu, penggunaan dialog Bahasa Indonesia dalam film De Oost terkesan mempunyai dialog gaya modern dan bukan komponen dari dialog yang ada di zaman dahulu.

Sekiranya ditonton dan diperdengarkan dengan seksama, scoring pada film ini termasuk dalam klasifikasi yang “pas”. Tak ada yang salah dalam penempatan atau pemilihan score pada film ini. Ambience dari lingkungan persawahan dan pedesaan yang mengisi latar belakang De Oost bisa dengan gampang membawa kita seolah-olah sedang berada di Indonesia tahun 1950-an. Meski minimal, score yang dikasih tahu juga pantas di alat pendengaran, dengan di sebagian adegan memberi tahu bunyi gamelan dan musik tradisional Indonesia lainnya.

Sinematografi yang ditunjukkan pada film ini sebenarnya bukan termasuk yang ‘wah’. Sebab ini ialah film psikis, karenanya pengambilan gambar lebih banyak dilakukan secara close-up supaya bisa menonjolkan ekspresi dengan terang. Melainkan, di sisi lain, terdapat sebagian shoot yang bisa memperlihatkan adegan dengan betul-betul apik. Pengambilan gambar pada sebagian adegan panorama juga dapat memanjakan mata para penonton.

Sementara itu, terdapat hal lain yang patut diapresiasi, yakni coloring. Pewarnaan pada De Oost dapat dikatakan sebagai karya yang memanjakan mata para penonton. Meski tak jarang memperlihatkan warna hijau dalam filmnya, pewarnaan yang ada tak membikin gambar yang ditampilkan menjadi buruk, bahkan membikin filmnya lebih berwarna.

Tak dari Sudut Pandang Penjajah

Tak terlalu mendramatisir, tak juga terlalu mengagungkan peperangan. Itulah yang pertama kali aku pikir dikala selesai slot888 menonton film ini. Meski tak dapat dikesampingkan terdapat dramatisasi pada De Oost, tapi dalam pandangan aku itu masih dalam batas wajar. Namun bahkan dilayangkan pada film ini sebab dengan berani mengangkat sejarah suram bangsa mereka (Belanda).

Melainkan, hal tersebutlah yang membikin kontroversi, sebab Palmyra, putri dari Raymond Westerling itu sendiri, menyebut film De Oost sebagai fantasi yang memutarbalikkan fakta dan menyebarkan kebohongan. Warga Belanda keturunan Indonesia juga menggugat film ini, meski mereka keok dalam pengadilan.

Sebab pertama kali mendengar film ini dengan “film seputar penjajahan Indonesia tapi dari sudut pandang tentara Belanda”, aku langsung beratensi untuk memandangnya. Sebab sejujurnya, film ini dapat membuka tercela bagi bangsa Belanda itu sendiri dan dapat membikin nama mereka tercemar dengan perbuatan masa lalu yang mereka lakukan.

Melainkan, di sini lah kita menyaksikan film produksi asal Belanda, dengan sutradara warga Belanda, memperlihatkan tercela masa lalu mereka yang berupaya mereka tutupi sampai sebagian tahun terakhir ini. Sebab dapat aku lakukan cuma mengapresiasi dan mengacungi jempol pada keberanian mereka.

Melainkan, pada pertengahan film, aku sendiri berdaya upaya apakah ini juga propaganda untuk “meringankan” rasa bersalah mereka (Belanda) terhadap Indonesia? Dan lagi pula, tokoh utamanya konsisten dari tentara Belanda, atau sudut pandang “penjajah”. Sebab isi ceritanya sendiri berfokus pada rasa simpati tentara Belanda pada warga Indonesia dan pembangkangannya pada tugas yang dikasih. Tak salah sekiranya dikala menonton film De Oost kita berpikiran seperti itu.

Bagaimanapun, De Oost sudah menonjolkan hal yang menarik (sudut pandang yang berbeda) dari penjajahannya di Indonesia. De Oost juga menimbulkan narasi opsi kepada sejarah pengorbanan kemerdekaan. Sisi pandang dari penjajah itu bisa diaplikasikan sebagai bahan pembicaraan seputar sejarah dan menjadi refleksi bagi masyarakat Indonesia dalam melihat sejarah pengorbanan kemerdekaan.

Sekiranya dievaluasi secara keseluruhan dan tanpa melihat slot demo wild west gold kontennya, film ini termasuk film sejarah yang baik. teknis yang ada di film ini dapat dikatakan terbaik. Meski ada sebagian kekurangan di sana dan sini, film berdurasi 130 menit itu bisa membikin penonton merasa bersimpati dan bisa memberi tahu pesan dalam film dengan bagus.